Pencegahan dan antisipasi radikalisme dari sudut pandang Keorganisasian NU Oleh Dr. KH. Es. Mubarok, MSc,MM

Radikalisme adalah suatu paham untuk melakukan perubahan dg cara kekerasan dibidang sosial dan kehidupan. Contoh Al Qaeda dan ISIS yang kini tengah menjadi isu global, pada dasarnya adalah bentuk perlawanan global kelompok radikal Islam terhadap ketidakadilan dunia.

Isu yang mereka perjuangkan mampu menarik perhatian anak-anak muda secara cepat dan mendunia, karena mudah dicerna serta dikaitkan dengan ketidakadilan di Palestina (Al Aqsa), kesenjangan sosial-ekonomi di negara-negara muslim dan ekspansi budaya Barat yang dianggap merusak nilai-nilai Islam seperti hedonism dan materialism.

Para pemimpin dunia Islam dianggap tidak berdaya dan tunduk pada kemauan Barat. Isu tersebut dengan cepat menyebar keseluruh penjuru dunia melalui jaringan media sosial, bukan saja di negara-negara Islam, tetapi juga di negara-negara Barat sebagai akibat kebijakan banyak negara yang memberikan perlindungan kepada kelompok- kelompok perlawanan yang lari dari negara masing-masing.

Ketidakadilan global adalah kenyataan yang tidak bisa diabaikan. Persoalannya, apakah masalah tersebut harus diselesaikan melalui cara kekerasan seperti terorisme ataukah diselesaikan melalui cara-cara dialog.

Penyelesaian melalui kekerasan seperti yang diupayakan ISIS di negara-negara tertentu mungkin mempunyai alasan-alasan yang kuat. Akan tetapi menebar kekerasan ke seluruh dunia merupakan suatu kesalahan benar karena sama dengan pengakuan inferioritas budaya dan peradaban Islam terhadap budaya dan peradaban Barat. Padahal meskipun peradaban Barat mempunyai keunggulan yang bersifat material, budaya Timur menawarkan kekayaan spiritual dan local wisdom yang diperlukan dalam membangun peradaban dunia.

ADVERTISEMENT Perlawanan secara kekerasan dan kemudian direspon dengan semangat yang sama, secara perlahan tetapi pasti akan merusak semangat globalisasi yang bertujuan membangun peradaban global yang berkeadaban dan berkeadilan. Naah Di Indonesia, pengaruh radikalisme dan ektrimisme itu bisa dirasakan dan dilihat dengan mudah. Iklim kebebasan yang dibuka sejak reformasi pada 1998, memberi ruang luas berkembangnya radikalisme.

Memang jumlah pemuda-pemuda Indonesia yang terpengaruh faham radikal tidaklah sebanding dengan jumlah mainstream umat Islam yang moderat. Akan tetapi karena mereka mempunyai militansi yang tinggi, terlatih secara militer (teror) dan adanya jaringan Internasional, maka keberadaannya mulai mengganggu ketentraman, ketertiban, stabilitas keamanan khususnya iklim toleransi beragama yang merupakan sendi utama peradaban Indonesia. Nahdlatul Ulama berpandangan sudah saatnya negara secara lebih serius melibatkan Ormas-ormas Islam meluruskan faham-faham radikal tersebut.

Terorisme dan radikalisme, tidak hanya bisa diselesaikan oleh pemerintah dan aparat keamanan saja. Melibatkan Ormas besar sebagai pendiri republik Indonesia Tentunya NU, ini merupakan suatu langkah yang bijak untuk memoderasi pandangan-pandangan yang terlanjur ekstrim dan membentengi lingkungan internal masing-masing dari perembesan radikalisme.

Adapun bentuk dan substansi moderasi tersebut diserahkan kepada pengurus NU dari mulai pusat sampai daerah. Disamping itu pemerintah mengajak NU untuk memikirkan konsep DAN CARA YANG ZITU MELAKUKAN PENANGKALAN PAHAM RADIKALISME, CONTOH SEPERTI KEGIATAN HARI INI. Pengaruh faham Al Qaeda dan ISIS yang sudah menjalar sekelompok warga bangsa itu perlu diluruskan terutama tentang faham khilafah Islamiyah, jihad, dan pengkafiran.

  • Pertama, Khilafah Islamiyah: Baik Al Qaedah maupun ISIS menganggap khilafah Islamiyah sebagai satu-satunya sistem politik Islam, sedang sistem selain itu dianggap kafir. Bedanya, Al Qaeda masih dalam bentuk wacana, sedangkan ISIS sudah memproklamirkan khilafah. Nahdlatul Ulama mengartikan khilafah Islamiyah bukanlah suatu sistem politik atau model negara, tetapi sebagai konsep kepemimpinan (Qur’an Surah Al Baqarah Ayat 30). Nahdlatul Ulama dan para ulama dari Ormas pendiri lain seperti Muhamadiyah, Sarikat Islam, dan kaum nasionalis lainnya telah menyepakati sistem politik yang didasarkan Pancasila sebagai ijtihad bersama, sehingga tidak memerlukan sistem politik lain.
  • Kedua, tentang jihad: Al Qaeda dan ISIS mengartikan jihad dalam arti sempit yaitu hanya perang atau kekerasan. Sedang jihad dalam arti persuasif, pendidikan, dakwah dan kegiatan-kegiatan sosial lain dianggap bukan bagian dari jihad. Pandangan tersebut berbeda secara diametral dengan pandangan mayoritas ulama yang beranggapan bahwa jihad terbesar adalah melawan hawa nafsu. Sedangkan jihad dalam artian perang hanyalah sebagai jenis jihad. Bagi ulama NU, jihad tentu saja tidak bermakna sempit (qital), tetapi berarti luas termasuk membangun perdamaian dan ketertiban sebagai landasan peradaban dunia.
  • Ketiga, Takfiri/Pengkafiran: Al Qaeda dan ISIS berkeyakinan golongan di luar mereka adalah kafir. Artinya mayoritas umat Islam lainnya adalah kafir. Menurut Al Qaeda dan ISIS, orang kafir tersebut wajib diperangi (dibunuh), kecuali bersedia membayar upeti (jizyah). Mayoritas ulama menganggap, pengkafiran terhadap sesama muslim hanya karena menolak Al Qaeda dan ISIS sama dengan menghilangkan pluralitas/perbedaaan yang sudah menjadi kodrat manusia ADVERTISEMENT Dalam KURUN BEBERAPA TAHUN terakhir, Nahdlatul Ulama telah melakukan langkah-langkah nyata. Dalam Muktamarnya ke 32 di Makassar pada 2010 NU mengajukan tema “Khidmah Nahdliyah Untuk Indonesia Bermartabat”.

Tema tersebut disusun berdasarkan keprihatinan merebaknya faham-faham radikal, baik radikal agama maupun ultra liberal, sehingga dikawatirkan meredupkan sikap moderat yang menjadi karakteristik masyarakat indonesia. Program aksi tersebut meliputi 3 hal, yakni dakwah, kegiatan sosial, dan pemberdayaan ekonomi.

Tersirat di dalamnya kehendak untuk membangun kemandirian umat, mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi memperkuat ajaran ahlussunah wal jamaah (Islam Nusantara) yang moderat toleran dan menjauhi kekerasan, berkeadilan, dan berkeadaban. Pada Muktamar ke 33 NU di Jombang, Jawa Timur 1-5 Agustus 2015, sikap NU dalam merespon perkembangan global dan nasional semakin dipertegas dengan mengambil tema “Mengukuhkan Islam Nusantara untuk Indonesia Dan Peradaban Dunia.

Secara garis besar program aksi NU, baik yang sedang maupun akan dilaksanakan sebagai berikut: Pertama, bidang dakwah berupa langkah-langkah afirmasi nilai-nilai ahlussunah wal jamaah an-nahdliyah sekaligus untuk menegasi faham-faham radikal di masyarakat terutama melalui program kaderisasi yang intensif. Inti dari dakwah tersebut menegaskan pentingnya Islam Nusantara yang dikembangkan oleh para penyebar Islam sejak awal dakwah Islam di Nusantara yang mampu mewujudkan budaya dan peradaban yang beradab, toleransi, harmoni dan cinta damai.

Termasuk dalam kegiatan ini adalah berperan serta dalam mewujudkan harmonisasi kehidupan beragama dalam level global. Sebagai contoh, NU menyelenggarakan dialog internasional, Nasional, dan regional. Tujuan utamanya adalah memperkenalkan nilai-nilai Tasamuh (toleransi), Tawasuth (moderat), Tawazun (berimbang), ‘Adalah (keadilan), dan Ukhuwah (persaudaraan) yang meliputi ukhuwah Islamiyah (sesama Islam), ukhuwah wathoniyah (sesama warga negara), ukhuwah basyariah (sesama umat manusia). Kedua, bidang sosial: meliputi pelayanan sosial melalui pemanfaatan zakat, Infaq, UNTUK Shodaqoh. Khusus pelayanan pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas umat melalui pembaharuan kurikulum yang seimbang antara substansi agama dan keduniawian guna membentuk  generasi yang berpandangan luas, teguh pada jati diri bangsa dan mandiri. Studi tentang Islam nusantara mulai dikembangkan agar bisa menjadi alternatif model Islam dunia untuk mengatasi keterpurukan umat Islam.

Kegiatan sosial ini penting untuk mewujudkan empati kepada mereka yang termarginalkan secara sosial. ADVERTISEMENT Ketiga bidang pemberdayaan ekonomi umat. kegiatan ini diarahkan untuk menggelorakan jiwa kewirausahaan dikalangan nahdliyin dan pengembangan ekonomi syariah dengan tujuan jangka menengah dan panjang guna membentengi umat dari dominasi kapitalisme global.

Kegiatan ini sekaligus untuk mempraktekkan semangat plularitas dibidang ekonomi antara yang kaya dengan yang miskin, suatu sinergi antara mereka yang kuat secara ekonomi dengan yang lemah demi kemaslahatan bersama. Program aksi tersebut dilaksanakan pada level struktur mulai dari pengurus besar, wilayah, cabang, lembaga dan badan-badan otonom.

Disamping itu program-program tersebut dilaksanakan pada level non struktural (kultur) seperti lembaga-lembaga pendidikan milik warga NU, pesantren, masjid, dan surau-surau. Sebagai contoh anshor/banser menjalankan program moderasi melalui pembentukan densus 99 dengan kegiatan spiritual untuk mendukung kebijakan pemberantasan terorisme dan radikalisme.

Muslimat dan Fatayat NU membentuk ribuan pendidikan anak usia dini yang bertujuan menanamkan sikap beragama yang moderat dan toleran. Kesimpulannya saya mengatakan bahwa ada 4 pilar Peran NU dalam melakukan Pencegahan Radikalisme, diantaranya :

  1. Pemikiran, dengan cara penguatan prinsip Ahlissunnnah waljamaah an-Nahdliyyah;
  2. Administratif, dengan cara memberikan berbagai insruksi yang terstruktur dan sistematis dari PC Sampai ke ranting;
  3. Gerakan, dengan cara melakukan berbagai kegiatan pelatihan, program-program lembaga, dan kaderisai;
  4. Merespon Keadaan, dengan cara memberi pernyataan sikap, komentar, kritik, dan saran.

Adapun Faktor yang menguatkan peran NU dalam mencegah radikalisme adalah nilai-nilai Ahlisunnah Wal Jamaah, khazanah tradisi Budaya warga Nahdliyyin, peran ulama NU dalam menyampaikan pendamian antara nilai keagamaan dengan kebangsaan, lembaga pendidikan pesantren, sekolah fromal berbasis NU, tasawuf dan thoriqoh, massa dan jejaring NU, dan Akses kepada Pemerintah.

Radikalisme agama adalah sebuah fenomena yang menjadi persoalan global, dianggap sebagai pemicu aksi terorisme yang mengganggu keamanan dan kedamaian di mana-mana. Radikalisme agama tidak terjadi hanya pada agama tertentu saja tapi semua agama besar di dunia mengalaminya. Dan dalam konteks keindonesiaan, gerakan radikalisme Agama sangat identik dengan agama Islam sebagai agama mayoritas.. Para oknum ini sering kali memberikan pernyataan kepada publik atau pengikutnya bahwa Islam di Indonesia sedang dijajah, adanya gerakan liberal dan sekularisme, sehingga mereka mencita-citakan terlaksananya syariat Islam dalam kehidupan sosial politik. Dan untuk mencapai cita-cita itu dilakukan tindak-tindak kekerasan yang drastis. Nahdlatul Ulama sebagai organisasi masyarakat berbasis Islam terbesar diIndonesia menjadi salah satu target kelompok radikal ini. Dimana NU menghadapi permusuhan dan serangan dari pihak-pihak ini. Gelombang fitnah yang dilakukan secara terorganisir, sistemtis dan meluas ini mengarah kepada semua aspek ke-NU-an.

Peranan NU terhadap upaya mencegah radikalisme di sukabumi dari mulai tahun 2018 sd sekarang sangat luar biasa.

Dikutip oleh “Pimpinan Pondok Pesantren Darussyifa Al-Fithroh Perguruan Islam Yaspida Sukabumi ” Dr. KH. Es. Mubarok, MSc,MM  dan Sebagai Ketua KATIB PC NU Kabupaten Sukabumi”

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending Posts

About Me

KAMPUS PRESTASI BERKARAKTER ISLAMI

Follow Me

Yaspida

Kampus Prestasi berkarakter Islami

Popular Articles

Newsletter

Subscribe For More!

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.

Yaspida

Kampus Prestasi berkarakter Islami

Instagram

Edit Template

Follow Website Resmi & Account Social Media Kami

PP Darussyifa Al-Fithroh © 2023 Created with Rahman Ramdhani S.T  Media Darussyifa